KONSEP TOLERANSI DALAM ISLAM
Oleh: Wahyu Putranto
- Definisi toleransi
Menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi yang berasal dari kata “toleran”
berarti bersifat atau bersikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan)
terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, dan
sebagainya) yang berbeda dan atau yang bertentangan dengan pendiriannya.[1] Toleransi juga berarti batas ukur
untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan.
Dalam bahasa Arab, toleransi berasal dari bahasa Arab “tasamuh” yang
artinya ampun, maaf dan lapang dada.[2]
Jadi, toleransi (tasamuh) beragama adalah menghargai dengan sabar, menghormati
keyakinan atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain.
Jika
kita merujuk kepada kamus bahasa arab, Kata “tasamuh” berarti sikap
ramah atau murah hati.[3] Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari, mengartikan kata “al-samhah” dengan kata “al-sahlah” (mudah) dalam memaknai sebuah riwayat yang berbunyi, “Ahabbu al-dien ilallahi al-hanafiyyah al-samhah”.[4] Secara garis besar kata “tasamuh” berarti sikap ramah dengan cara memudahkan, memberi kemurahan dan keluasaan. Akan tetapi, makna tersebut bukan berarti dipahami secara gamblang sehingga menerima kebenaran yang berseberangan dengan keyakinan Islam, namun tetap menggunakan tolak ukur Al-Qur‟an dan Sunnah.[5] Sehingga dari penjelasan diatas, jika kamus-kamus inggris memaknai kata “Tolerance” dengan “To endure without protest” (menahan perasaan tanpa protes), atau menahan perasaan sepihak terhadap orang-orang yang berbeda dengan mereka. Maka dalam bahasa Arab kata “tasamuh” mengandung makna sikap pemurah dan penderma dari kedua belah pihak atas dasar saling interaksi.[6] Dalam konteks toleransi atau tasamuh, Islam memiliki konsep yang jelas. Toleransi dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah menghormati agama lain.
ramah atau murah hati.[3] Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari, mengartikan kata “al-samhah” dengan kata “al-sahlah” (mudah) dalam memaknai sebuah riwayat yang berbunyi, “Ahabbu al-dien ilallahi al-hanafiyyah al-samhah”.[4] Secara garis besar kata “tasamuh” berarti sikap ramah dengan cara memudahkan, memberi kemurahan dan keluasaan. Akan tetapi, makna tersebut bukan berarti dipahami secara gamblang sehingga menerima kebenaran yang berseberangan dengan keyakinan Islam, namun tetap menggunakan tolak ukur Al-Qur‟an dan Sunnah.[5] Sehingga dari penjelasan diatas, jika kamus-kamus inggris memaknai kata “Tolerance” dengan “To endure without protest” (menahan perasaan tanpa protes), atau menahan perasaan sepihak terhadap orang-orang yang berbeda dengan mereka. Maka dalam bahasa Arab kata “tasamuh” mengandung makna sikap pemurah dan penderma dari kedua belah pihak atas dasar saling interaksi.[6] Dalam konteks toleransi atau tasamuh, Islam memiliki konsep yang jelas. Toleransi dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan disini adalah menghormati agama lain.
- Konsep toleransi dalam Islam
Secara
etimologi, kata tasamuh dianggap sebagian kalangan senada dengan toleransi,
namun pada pemaknaan secara terminologi kata toleransi tidak mampu mencakup
makna dari kata tasamuh secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan pemakaian
istilah toleransi merupakan istilah modern baik nama maupun kandungannya yang
lahir dibarat dibawah kondisi social, politik dan budaya yang khas.[7]
Toleransi sepenuhnya diharuskan oleh Islam. Islam secara
definisi adalah “damai”, “selamat” dan “menyerahkan diri”. Definisi Islam yang
demikian sering dirumuskan dengan istilah “Islam agama rahmatal lil’ālamîn”
(agama yang mengayomi seluruh alam). Islam menawarkan dialog dan toleransi
dalam bentuk saling menghormati. Islam menyadari bahwa keragaman umat manusia
dalam agama dan keyakinan adalah kehendak Allah, karena itu tak mungkin
disamakan.
Dalam al-Qur’an Allah berfirman yang artinya, “dan
Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi
seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?”. Dan dalam al-Qur’an juga dijelaskan bagaimana batasan-batasan
ummat muslim bertoleransi. Contohnya, alam Islam tidak mengajarkan ummatnya
memaksa manusia untuk mengikuti agama islam, dan ajaran itu terkandung dalam al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 256, dan surat Yunus ayat 99, islam juga
menunjukkan bagaimana cara beradab dalam berdakwah yang di jelaskan dalam al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 125. Bahkan dalam surat al-Mumtahanah ayat 8, kaum
muslimin diharuskan berbuat baik dan adil kepada seluruh manusia walau kafir
sekalipun dengan syarat ia tidak memerangi Islam.[8]
Selain itu, hadits Nabi tentang persaudaraan universal juga menyatakan, “Dari Abdullah bin Amr radhiyallahu’anhuma,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الرَّاحِمُونَ
يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ ارْحَمُوا أَهْلَ الأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى
السَّمَاءِ
“Orang-orang
yang penyayang niscaya akan disayangi pula oleh ar-Rahman (Allah). Maka sayangilah penduduk
bumi niscaya Yang di atas langit pun akan menyayangi kalian.” (HR. Abu Dawud,
dinyatakan sahih oleh al-Albani)
Persaudaran universal adalah bentuk dari toleransi yang
diajarkan Islam. Persaudaraan ini menyebabkan terlindunginya hak-hak orang lain
dan diterimanya perbedaan dalam suatu masyarakat Islam. Dalam persaudaraan
universal juga terlibat konsep keadilan, perdamaian, dan kerja sama yang saling
menguntungkan serta menegasikan semua keburukan.
Fakta historis toleransi juga dapat ditunjukkan melalui
Piagam Madinah. Piagam ini adalah satu contoh mengenai prinsip
kemerdekaan beragama yang pernah dipraktikkan oleh Nabi Muhamad SAW di Madinah.
Di antara butir-butir yang menegaskan toleransi beragama adalah sikap saling
menghormati di antara agama yang ada dan tidak saling menyakiti serta saling
melindungi anggota yang terikat dalam Piagam Madinah.
Sikap melindungi dan saling tolong-menolong tanpa
mempersoalkan perbedaan keyakinan juga muncul dalam sejumlah Hadis dan praktik
Nabi. Sebagai contoh, dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Syu’ab
al-Imam, karya seorang pemikir abad ke-11, al-Baihaqi, dikatakan: “Siapa yang
membongkar aib orang lain di dunia ini, maka Allah (nanti) pasti akan
membongkar aibnya di hari pembalasan”.
- Kesimpulan
1. Toleransi yang berasal dari kata “toleran”
atau“tasamuh” adalah menghargai dengan sabar, menghormati keyakinan
atau kepercayaan seseorang atau kelompok lain. Dalam konteks toleransi atau tasamuh, Islam
memiliki konsep yang jelas.
Toleransi
dalam beragama bukan berarti kita harus hidup dalam ajaran agama lain. Namun toleransi dalam beragama yang dimaksudkan
disini adalah menghormati agama lain.
2.
Toleransi beragama menurut Islam
bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar
keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. Toleransi di sini
adalah dalam pengertian mu’amalah (interaksi sosial). Jadi, ada batas-batas
bersama yang boleh dan tak boleh dilanggar. Syari’ah telah menjamin bahwa tidak
ada paksaan dalam agama. Karena pemaksaan kehendak kepada orang lain untuk
mengikuti agama kita adalah sikap historis, yang tidak ada dasar dan contohnya
di dalam sejarah Islam awal. Justru dengan sikap toleran yang amat indah
inilah, sejarah peradaban Islam telah menghasilkan kegemilangan sehingga
dicatat dalam tinta emas oleh sejarah peradaban dunia hingga hari ini dan
insyaallah di masa depan.
[1] W. J. S. Poerwadarminto, Kamus Umum
Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1986), Hal.184.
[2] Ahmad Warson Munawir, Kamus Arab
Indonesia al-Munawir (Yogyakarta: Balai Pustaka Progresif, t.th.), Hal.
1098.
[3] Mohammad Badawi, Al Muhit Oxford Study
Dictionary English-Arabic, (Lebanon: Bairut: Academia, 1996), Hal. 1120.
[4] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari Juz
13, (Bairut: Darul Ma‟rifah, 1379H), Hal. 20.
[5] Muslim Ibrahim, Islam dan Wasatiyyah: Wastiyah Sebagai Paksi
Perpaduan Serumpun, (Malaysia: USIM dan IQ, 2012), Hal. 70-71.
[6] Anis Malik Thoha, Tren Pluralisme Agama, (Jakarta: Perspektif,
2005), Hal. 212.